Loading...

Pengacara Dr Marnalom Hutahaean,SH,MH Kawal Kasus Pencemaran Lingkungan , Akhirnya Dua Petinggi PT SIIP Dijebloskan ke Lapas Bengkalis

Dr Marnalom Hutahaean,SH,MH ( Ist)


Riau ( Detikperjuangan.com) - Kerja keras dan konsistensi pengacara Dr Marnalom Hutahaean SH, MH dalam mengawal kasus pencemaran lingkungan oleh PT Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP) ke Duri, Bengkalis akhirnya berbuah manis. Setelah hampir lima tahun memberikan advokasi kepada korban dan mengawal proses persidangan hingga tuntas, dua petinggi PT SIPP dijebloskan ke Lapas Bengkalis. 

Keduanya yakni Direktur PT SIPP, Erick Kurniawan dan General Manager PT SIPP Agus Nugroho. Erick telah dieksekusi oleh jaksa ke Lapas Bengkalis pada Jumat (11/4/2025). Sementara, Agus Nugroho dieksekusi pada Sabtu (12/4/2025) lalu. Kedua terpidana tersebut dicokok dari rumahnya di Medan, Sumatera Utara. 

Eksekusi terhadap kedua petinggi perusahaan minyak kelapa sawit tersebut berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap. Erick dan Agus masing-masing dijatuhi vonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. 

Pengacara Dr Marnalom Hutahaean yang merupakan kuasa hukum korban pencemaran Jonni Siahaan mengapresiasi atas eksekusi terhadap Erick dan Agus oleh tim kejaksaan. Putusan MA terhadap keduanya telah memberikan rasa keadilan terhadap kliennya yang telah mengalami kerugian materil dan moril karena lahan kebun sawitnya selama bertahun-tahun rusak akibat tercemar limbah PT SIPP. 


"Apalagi, sampai saat ini klien kami tidak pernah mendapatkan ganti rugi atas pencemaran tersebut. Tanaman kelapa sawit klien kami mengalami kerusakan, sehingga mempengaruhi kondisi ekonomi keluarganya," kata Marnalom dikutip dari Sabangmeraukenews.com Rabu (16/4/2025). 

Marnalom bersama timnya memang sejak awal sangat getol dan berkomitmen dalam mengawal kasus pencemaran lingkungan tersebut. Bermula sejak 3 Oktober lalu, dimana kolam limbah PT SIPP pecah sehingga mencemari lingkungan sekitar, termasuk kebun sawit milik kliennya.

Atas kejadian itu, Marnalom pun membuat laporan ke Kapolda Riau pada 23 Maret 2021 lalu. Kemudian pada 10 Maret 2021, pengaduan secara tertulis dilengkapi bukti-bukti disampaikan ke Bupati Bengkalis. Atas laporannya tersebut, Bupati Bengkalis menjatuhkan sanksi administratif paksaan pemerintah kepada PT SIPP. Adapun sanksinya yakni pemberhentian atau penutupan sementara kegiatan produksi pabrik. 

Tak berhenti sampai di situ, Marnalom juga mengangkat persoalan tersebut menjadi isu nasional. Ia kemudian membuat laporan kepada Presiden Republik Indonesia pada 20 Agustus 2021.

Karena lambatnya penanganan perkara ini, Marnalom lantas menyurati sejumlah institusi negara. Di antaranya Kepala Ombudsman RI, Kapolri, Kompolnas, Kabareskrim dan Kadiv Propam. 

Masalah ini juga dilaporkan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Komisi VII DPR RI, Komisi III DPR RI dan Gubernur Riau. 

Gayung pun bersambut. Kasus ini akhirnya diambil alih oleh penyidik Gakkum Kementerian LHK. Erick dan Agus akhirnya ditetapkan menjadi tersangka kasus pencemaran lingkungan. 

Kawal Persidangan

Perjuangan advokat Marnalom Hutahaean bersama tim belum berakhir. Dalam proses persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Bengkalis, pihaknya terlibat melakukan pemantauan secara aktif. 

Ketika majelis hakim memutuskan untuk menangguhkan penahanan Erick dan Agus pada 11 April 2023, Marnalom pun mengajukan surat keberatan secara tertulis ke Ketua PN Bengkalis. Untuk memperjuangkan hak kliennya, Marnalom lantas mengajukan permohonan restitusi atau ganti kerugian korban pencemaran lingkungan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Bengkalis. 

Putusan majelis hakim PN Bangkinang yang hanya menjatuhkan hukuman percobaan selama dua tahun terhadap kedua terdakwa pada 17 Oktober 2023 lalu, membuat Marnalom gerah. Ia lantas membuat laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang mengadili perkara tersebut ke Ketua Komisi Yudisial RI, Ketua Pengadilan Tinggi Riau dan Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung. Marnalom juga mendesak agar jaksa penuntut mengajukan banding atas vonis ringan majelis hakim tersebut. 

Pada 9 Januari 2024, Pengadilan Tinggi Riau menjatuhkan vonis penjara 1 tahun dan denda Rp 100 juta terhadap Agus Nugroho. Sementara, hukuman yang diberikan kepada Erick Kurniawan yakni 1 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. 

Menurut Marnalom, putusan PT Riau tersebut belum memberikan keadilan kepada kliennya. Itu sebabnya, ia juga meminta agar kejaksaan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. 

Dalam proses kasasi ini, Marnalom lantas mengajukan surat permohonan kepada Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung agar melakukan pengawasan terhadap proses kasasi yang berlangsung pada 20 September 2024. Lewat surat pengaduannya, Marnalom meminta hakim MA menjatuhkan vonis kasasi yang adil. 

Surat permohonan tersebut pun direspon oleh pihak Mahkamah Agung. Dalam balasannya via surat elektronik (email), pihak MA menyebut bahwa permohonan Marnalom telah diteruskan ke unit terkait dan segera ditindaklanjuti. 

Hingga akhirnya pada 28 November 2024 lalu, MA menetapkan vonis kasasi 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta masing-masing kepada Agus dan Erick. 

"Kami menyadari, perjuangan hukum ini tidak mudah dan membutuhkan energi serta konsistensi. Namun, kami tidak pernah menyerah karena keyakinan atas perjuangan yang kami lakukan demi kebenaran dan keadilan," tegas Marnalom. (***) 

Sumber : Sabangmeraukenews.com 


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama