Pekanbaru ( detikperjuangan.ckm) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Riau mendesak PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) segera memindahkan proses tender proyek di lingkungan Blok Rokan ke Riau. Proses tender yang selama ini digelar di Jakarta dinilai tidak transparan dan melecehkan marwah Riau yang telah dikeruk hasil buminya selama 97 tahun sejak eksploitasi minyak dari perut Bumi Lancang Kuning.
"Kenapa tender proyek Blok Rokan harus di Jakarta. Kami desak agar PHR segera memindahkan proses tender di Riau. Riau ini daerah penghasil migas. Kami ini hanya dengar lewat telinga saja, tapi gak dapat karena didominasi anak perusahaan BUMN," tegas Sekretaris HIPMI Provinsi Riau, Auni Abduh dalam acara Talk Business yang digelar Asosiasi Pengusaha Penunjang Jasa Migas Indonesia (APJPMI) di Hotel Pesona, Pekanbaru, Kamis (17/2/2022).
Auni menyatakan hal tersebut dalam dialog sengit dengan Vice President Procurement and Contract PT PHR wilayah kerja Rokan, Rudi Imran. Rudi hadir secara virtual lewat layanan zoom meeting mewakili Direktur Utama PT PHR, Jaffee Arizon Suardin 'Buyung'. Sementara, di Hotel Pesona tempat acara digelar hadir juga Vice President Public Affair, Sukamto Tamrin.
Acara business talk ini dipandu oleh Sekjen APJPMI, Aris Aruna dengan narasumber Ketua Umum APJPMI, Helfried Sitompul, pakar hukum yang juga Rektor Universitas Islam Riau (UIR) Prof Syafrinaldi dan perwakilan SKK Migas. Juga dihadiri Bendahara Umum APJPMI, Dr (C) Marnalom Hutahaean, Ketua APJPMI Provinsi Riau, Dr Burhan Phili serta jajaran pengurus serta anggota APJPMI pusat dan daerah.
Pernyataan Auni Abduh tersebut dijawab oleh Rudi Imran dengan alibi kalau lelang dilaksanakan secara online. Namun, langsung dipotong Auni. Auni menegaskan, meski lelang dilakukan secara online, namun tempat pelaksanaan mestinya dilakukan di Riau.
"Sama kok seperti kementerian lelang online, tapi kantor pelayanan tetap ada di Riau. Kenapa PHR kok di Jakarta semua. Bagaimana kontraktor lokal bisa dapat akses kalau di Jakarta semua. Pindahkan tender lelangnya ke Riau, Pak," tegas Auni.
Auni menagih janji kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi daerah Riau dengan beralihnya pengelolaan Blok Rokan dari Chevron ke PHR. Hal tersebut pernah disampaikan oleh Presiden Jokowi dan didengung-dengungkan oleh elit pemerintahan di Jakarta. Dengan dominasi perusahaan asal Jakarta dan anak cucu BUMN di Blok Rokan kata Auni, maka sama saja menyebabkan kontraktor lokal tak bisa hidup dengan baik.
"Mana hak keistimewaan untuk kontraktor lokal Riau? Kalau anak cucu BUMN dapat hak keistimewaaan, kok kontraktor lokal tak diberikan," kata Auni.
Rudi Imran berjanji akan membawa aspirasi tersebut dalam forum manajemen untuk dibicarakan lebih lanjut.
"Terimakasih atas masukannya," kata Rudi Imran.
Sebelumnya Rudi Imran dalam paparannya menyatakan PT PHR menjalankan aktivitas kontrak berdasarkan pedoman yang sudah ditetapkan. Ia mengakui kalau sejumlah anak perusahaan Pertamina dan BUMN ikut masuk menggarap proyek di lingkungan Blok Rokan. Rudi Imran menyebut hal tersebut dimungkinkan oleh aturan yang ada, termasuk juga karena faktor kebutuhan menjaga produksi migas.
Business Talk mengupas soal pedoman pengadaan barang dan jasa di lingkungan berdasarkan surat keputusan Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE) nomor: A7-001/PHE5200/2021-S9 Revisi ke-0. Panduan tersebut berlaku dalam pengadaan barang jasa di wilayah kerja Rokan yang sejak 9 Agustus 2021 lalu dikelola oleh PT Pertamina Hulu Rokan setelah masa kontrak PT Chevron habis.
Asosiasi Pengusaha Jasa Penunjang Migas Indonesia (APJPMI) menilai pedoman pengadaan barang dan jasa oleh BUMN tersebut tidak memberi keberpihakan dan porsi bagi kontraktor lokal. Kontraktor lokal gamang, bingung dan merasa terusik dengan kebijakan yang diterapkan PT PHR.
"Terus terang, kami sudah terlalu lama menunggu. Sudah lebih enam bulan sejak alih kelola Blok Rokan. Kontraktor lokal, khususnya di bawah payung APJPMI makin gamang. Tidak ada terobosan kebijakan yang berpihak pada pengusaha lokal. Sebenarnya ini bukan suara APJPMI saja, tapi hampir semua pelaku usaha lokal pada asosiasi lainnya" kata Ketua Umum DPN APJPMI, Helfried Sitompul.
Helfried membandingkan kebijakan mobilisasi anak perusahaan Pertamina dan cucu BUMN dalam menggarap proyek di Blok Rokan dengan dalih dimungkinkan aturan perundang-undangan. APJPMI tidak mempersoalkan hal tersebut, selagi porsi bagi kontraktor lokal diberikan secara seimbang.
"Jika untuk anak perusahaan Pertamina dan BUMN dibolehkan oleh aturan perundang-undangan, masak untuk kontraktor lokal tidak dibolehkan. Cuma kitab suci yang tak bisa diubah, kok buku pedoman tak bisa disempurnakan untuk menampung suara kontraktor lokal dimana kegiatan produksi migas berada," kata Helfried.
Rektor Universitas Riau (UIR), Prof Syafrinaldi menyindir soal dugaan kuat dominasi dan monopoli sejumlah anak cucu perusahaan Pertamina dan BUMN dalam menggarap proyek dan pengadaan barang jasa di Blok Rokan. Ia menilai, kebijakan bernuansa monopoli apalagi didominasi perusahaan dari Pulau Jawa akan membuat keberadaan kontraktor lokal di Riau tidak berkembang. Padahal, sejak awal pengelolaan Blok Rokan dijanjikan untuk menumbuhkan ekonomi daerah dan menaikkan kelas kontraktor lokal.
"Kita punya Undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tak Sehat. Kalau sampai anak cucu bahkan cicit BUMN yang masuk juga, maka kapan kontraktor lokal di Riau naik kelas," kata Prof Syafrinaldi yang merupakan pakar hukum ini.
Ia menjelaskan pedoman pengadaan barang dan jasa yang diterapkan di lingkungan Blok Rokan bukanlah produk hukum. Pedoman yang dibuat oleh Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE) mengacu pada regulasi Peraturan Menteri BUMN maupun Menteri ESDM.
"Kalau saya melihat keluhan dan curhat APJPMI ini akar masalahnya ada pada Peraturan Menteri itu. Makanya, sebenarnya itu yang menjadi fokus persoalan. PT PHR ini operator dan pelaksana aturan itu. Jadi, titik masalahnya menurut saya ada di situ," kata Syafrinaldi.
Syafrinaldi menyarankan kepada APJPMI untuk melakukan langkah koreksi terhadap peraturan menteri tersebut. Termasuk dengan menempuh cara elegam lewat upaya hukum yakni mengajukan judicial review terhadap Peraturan Menteri ke Mahkamah Agung.
"Itu pilihan elegan dan santun. Cara-cara itu lebih efektif dilakukan, tidak diharamkan. Langkah hukum judicial review (JR) itu elegan. Saya sendiri dulu pernah mengajukan JR ke Mahkamah Agung. Itu langkah koreksi yang biasa dilakukan, jika memang kontraktor lokal merasa dirugikan," tegas Syafrinaldi.
Menurutnya, pengelolaan Blok Rokan dari perut bumi Provinsi Riau seharusnya memberikan dampak optimal bagi ekonomi daerah, termasuk peningkatan daya saing kontraktor lokal. Sehingga sangat layak jika kontraktor lokal memiliki kepentingan untuk mendapat kesempatan dan bagian yang seimbang dalam proyek di Blok Rokan.
"Kan seharusnya kontraktor lokal ini naik kelas. Dari kecil, menengah menjadi besar. Dari kelas lokal menjadi nasional dan internasional. Tapi, kalau kesempatan tidak diberikan ya gak bisa naik kelas," tegas Syafrinaldi. ( Rls)
Sumber : Sabangmeraukenews.com
Posting Komentar